Prinsip-Prinsip MBS.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional pada Pasal 48 Ayat (1) menyatakan bahwa, “Pengelolaan dana pendidikan
berdasarkan prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas
publik”. Sejalan dengan amanat tersebut, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2005 Tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah Pasal 49 Ayat (1) menyatakan: “Pengelolaan satuan pendidikan pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah
yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan
akuntabilitas”.
Berdasarkan kedua isi kebijakan tersebut, Prinsip MBS
meliputi: (1) kemandirian, (2) keadilan, (3) keterbukaan, (4) kemitraan, (5)
partisipatif, (6) efisiensi, dan (7) akuntabilitas.
1. Kemandirian
Kemandirian berarti kewenangan sekolah untuk mengelola
sumberdaya dan mengatur kepentingan warga sekolah menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi seluruh warga sekolah sesuai peraturan perundangan.
Kemandirian sekolah hendaknya didukung oleh kemampuan sekolah dalam mengambil
keputusan terbaik, demokratis, mobilisasi sumberdaya, berkomunikasi yang
efektif, memecahkan masalah, antisipatif dan adaptif terhadap inovasi
pendidikan, sehingga dapat bersinergi, berkolaborasi, dan memenuhi kebutuhan
sekolah sendiri.
2. Keadilan
Keadilan berarti sekolah tidak memihak terhadap salah satu
sumber daya manusia yang terlibat dalam pengelolaan sumber daya sekolah, dan
dalam pembagian sumber daya untuk kepentingan peningkatan mutu sekolah. Sumber
daya manusia yang terlibat, baik warga sekolah maupun pemangku kepentingan
lainnya diberikan kesempatan yang sama untuk ikut serta memberikan dukungan
guna peningkatan mutu sekolah sesuai dengan kapasitas mereka. Pembagian sumber
daya untuk pengelolaan semua substansi manajemen sekolah dilakukan secara
bijaksana untuk mempercepat dan keberlanjutan upaya peningkatan mutu sekolah.
Dengan diperlakukan secara adil, maka semua pemangku
kepentingan akan memberikan
dukungan terhadap sekolah seoptimal mungkin.
3. Keterbukaan
Manajemen dalam konteks MBS dilakukan secara terbuka atau
transparan, sehingga seluruh warga sekolah dan pemangku kepentingan dapat
mengetahui mekanisme pengelolaan sumber daya sekolah. Selanjutnya sekolah
memperoleh kepercayaan dan dukungan dari pemangku kepentingan. Keterbukaan
dapat dilakukan melalui penyebarluasan informasi di sekolah dan pemberian
informasi kepada masyarakat tentang pengelolaan sumber daya sekolah, untuk
memperoleh kepercayaan publik terhadap sekolah. Tumbuhnya kepercayaan publik
merupakan
langkah awal dalam meningkatkan peran serta masyarakat
terhadap sekolah.
4. Kemitraan
Kemitraan yaitu jalinan kerjasama antara sekolah dengan
masyarakat, baik individu, kelompok/organisasi, maupun dunia usaha dan dunia
industri (DUDI). Dalam prinsip kemitraan antara sekolah dengan masyarakat dalam
posisi sejajar, yang melaksanakan kerjasama saling menguntungkan untuk
meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah. Keuntungan yang diterima sekolah
antara lain meningkatnya kemampuan dan keterampilan peserta didik, meningkatnya
kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana sekolah, diperolehnya sumbangan ide
untuk pengembangan sekolah, diperolehnya sumbangan dana untuk peningkatan mutu
sekolah, dan terbantunya tugas kepala sekolah dan guru. Keuntungan bagi
masyarakat biasanya dirasakan secara tidak langsung, misalnya tersedianya
tenaga kerja terdidik, terbinanya anggota masyarakat yang berakhlakul karimah,
dan terciptanya tertib sosial. Sekolah bisa menjalin kemitraan, antara lain
dengan tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, dunia usaha, dunia industri,
lembaga pemerintah, organisasi profesi, organisasi pemuda, dan organisasi
wanita.
5. Partisipatif
Partisipatif dimaksudkan sebagai keikutsertaan semua
pemangku kepentingan yang terkait dengan sekolah dalam mengelola sekolah dan
pembuatan keputusan. Keikutsertaan mereka dapat dilakukan melalui prosedur
formal yaitu komite sekolah, atau keterlibatan pada kegiatan sekolah secara
insidental, seperti peringatan hari besar nasional, mendukung keberhasilan
lomba antar sekolah, atau pengembangan pembelajaran. Bentuk partisipasi dapat
berupa sumbangan tenaga, dana, dan sarana prasarana, serta bantuan teknis dalam
rangka pengembangan sekolah.
6. Efisiensi
Efisiensi dapat diartikan sebagai penggunaan sumberdaya
(dana, sarana prasarana dan tenaga) dengan jumlah tertentu untuk memperoleh
hasil seoptimal mungkin. Efisiensi juga berarti hemat terhadap pemakaian
sumberdaya namun tetap dapat mencapai sasaran peningkatan mutu sekolah.
7. Akuntabilitas
Akuntabilitas menekankan pada pertanggungjawaban
penyelenggaraan pendidikan di sekolah utamanya pencapaian sasaran peningkatan
mutu sekolah. Sekolah dalam mengelola sumberdaya berdasar pada peraturan
perundangan dan dapat mempertangungjawabkan kepada pemerintah, seluruh warga
sekolah dan pemangku kepentingan lainnya. Pertanggungjawaban meliputi
implementasi proses dan komponen/bidang manajemen sekolah.Pertanggungjawaban
dapat dilakukan secara tertulis dan tidak tertulis disertai bukti-bukti
administratif yang sah dan bukti fisik (seperti bangunan gedung, bangku, dan
alat-alat laboratorium).
Sejalan dengan adanya pemberian otonomi yang lebih besar
terhadap sekolah untuk mengambil keputusan, maka implementasi ketujuh prinsip
MBS di sekolah sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah. Sekolah boleh
menambah prinsip implementasi MBS yang sesuai dengan karakteristik sekolah,
guna mempercepat upaya peningkatan mutu sekolah baik secara akademis maupun non
akademis.
Demikian sajian informasi singkat mengenai Memahami Prinsip-Prinsip Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang dapat disampaikan pada kesempatan ini.
Semoga Bermanfaat !!!
Labels:
Pendidikan
Thanks for reading Memahami Prinsip-Prinsip Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Please share...!
0 Komentar untuk "Memahami Prinsip-Prinsip Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)"
Your comment for me, please!