Dari beberapa referensi yang ditemukan, terdapat Dua Versi
Certita Tentang Sang Ratu Kencana Wungu yang banyak sekali beredar baik versi
cetak maupun digital.
Versi 1; Tribhuwana Wijayatunggadewi adalah penguasa ketiga Kerajaan Majapahit yang memerintah tahun 1328-1351.
Dari prasasti Singasari (1351) diketahui gelar abhisekanya ialah Sri Tribhuwanotunggadewi Maharajasa Jayawisnuwardhani. Silsilah Tribhuwana Nama asli Tribhuwana Wijayatunggadewi (atau disingkat Tribhuwana) adalah Dyah Gitarja. Ia merupakan putri dari Raden Wijaya dan Gayatri. Memiliki adik kandung bernama Dyah Wiyat dan kakak tiri bernama Jayanagara. Pada masa pemerintahan Jayanagara (1309-1328) ia diangkat sebagai penguasa bawahan di Jiwana bergelar Bhre Kahuripan.
Versi 1; Tribhuwana Wijayatunggadewi adalah penguasa ketiga Kerajaan Majapahit yang memerintah tahun 1328-1351.
Dari prasasti Singasari (1351) diketahui gelar abhisekanya ialah Sri Tribhuwanotunggadewi Maharajasa Jayawisnuwardhani. Silsilah Tribhuwana Nama asli Tribhuwana Wijayatunggadewi (atau disingkat Tribhuwana) adalah Dyah Gitarja. Ia merupakan putri dari Raden Wijaya dan Gayatri. Memiliki adik kandung bernama Dyah Wiyat dan kakak tiri bernama Jayanagara. Pada masa pemerintahan Jayanagara (1309-1328) ia diangkat sebagai penguasa bawahan di Jiwana bergelar Bhre Kahuripan.
Silsilah Tribhuwana Nama asli Tribhuwana
Wijayatunggadewi (atau disingkat Tribhuwana) adalah Dyah Gitarja. Ia
merupakan putri dari Raden Wijaya dan Gayatri. Memiliki adik kandung
bernama Dyah Wiyat dan kakak tiri bernama Jayanagara. Pada masa
pemerintahan Jayanagara (1309-1328) ia diangkat sebagai penguasa
bawahan di Jiwana bergelar Bhre Kahuripan. Menurut Pararaton, Jayanagara merasa
takut takhtanya terancam, sehingga ia melarang kedua adiknya menikah. Setelah Jayanagara meninggal
tahun 1328, para ksatriya pun berdatangan melamar kedua putri. Akhirnya,
setelah melalui suatu sayembara, diperoleh dua orang pria, yaitu Cakradhara sebagai
suami Dyah Gitarja, dan Kudamerta sebagai suami Dyah Wiyat.
Cakradhara bergelar Kertawardhana Bhre Tumapel. Dari perkawinan itu
lahir Dyah Hayam Wuruk dan Dyah Nertaja. Hayam Wuruk kemudian
diangkat sebagai yuwaraja bergelar Bhre Kahuripan atau Bhre Jiwana,
sedangkan Dyah Nertaja sebagai Bhre Pajang. Pemerintahan
Tribhuwana Menurut Nagarakretagama, Tribhuwana naik takhta atas perintah ibunya
(Gayatri) tahun 1329 menggantikan Jayanagara yang meninggal tahun 1328. Ketika
Gayatri meninggal dunia tahun 1350, pemerintahan Tribhuwana pun berakhir pula.
Berita tersebut menimbulkan kesan bahwa Tribhuwana naik takhta mewakili
Gayatri. Meskipun Gayatri hanyalah putri bungsu Kertanagara, tapi mungkin ia
satu-satunya yang masih hidup di antara istri-istri Raden Wijaya sehingga ia
dapat mewarisi takhta Jayanagara yang meninggal tanpa keturunan. Tetapi saat
itu Gayatri telah menjadi pendeta Buddha, sehingga pemerintahannya pun diwakili
putrinya, yaitu Tribhuwana Tunggadewi.
Menurut Nagarakretagama, Tribhuwana memerintah
didampingi suaminya, Kertawardhana. Pada tahun 1331 ia menumpas
pemberontakan daerah Sadeng dan Keta. Menurut Pararaton terjadi persaingan
antara Gajah Mada dan Ra Kembar dalam memperebutkan posisi panglima
penumpasan Sadeng. Maka, Tribhuwana pun berangkat sendiri sebagai
panglima menyerang Sadeng, didampingi sepupunya, Adityawarman. Peristiwa
penting berikutnya dalam Pararaton adalah Sumpah Palapa yang
diucapkan Gajah Mada saat dilantik sebagai rakryan patih Majapahit tahun
1334. Gajah Mada bersumpah tidak akan menikmati makanan enak (rempah-rempah) sebelum
berhasil menaklukkan wilayah kepulauan Nusantara di bawah Majapahit.
Pemerintahan Tribhuwana terkenal sebagai masa
perluasan wilayah Majapahit ke segala arah sebagai pelaksanaan Sumpah
Palapa. Tahun 1343 Majapahit mengalahkan raja Kerajaan Pejeng (Bali),
Dalem Bedahulu, dan kemudian seluruh Bali. Tahun 1347 Adityawarman yang
masih keturunan Melayu dikirim untuk menaklukkan sisa-sisa Kerajaan
Sriwijaya dan Kerajaan Malayu. Ia kemudian menjadi uparaja (raja
bawahan) Majapahit di wilayah Sumatera. Perluasan Majapahit dilanjutkan pada
masa pemerintahan Hayam Wuruk, di mana wilayahnya hingga mencapai Lamuri di
ujung barat sampai Wanin di ujung timur. Nagarakretagama menyebutkan akhir
pemerintahan Tribhuwana adalah tahun 1350, bersamaan dengan meninggalnya Gayatri.
Berita ini kurang tepat karena menurut prasasti Singasari, pada tahun 1351 Tribhuwana masih
menjadi raja Majapahit. Akhir Hayat Tribhuwana Tribhuwana
Wijayatunggadewi diperkirakan turun takhta tahun
1351 (sesudah mengeluarkan prasasti Singasari). Ia kemudian kembali
menjadi Bhre Kahuripan yang tergabung dalam Saptaprabhu, yaitu
semacam dewan pertimbangan agung yang beranggotakan keluarga raja. Adapun yang
menjadi raja Majapahit selanjutnya adalah putranya, yaitu Hayam Wuruk.
Tidak diketahui dengan pasti kapan tahun kematian Tribhuwana. Pararaton
hanya memberitakan Bhre Kahuripan tersebut meninggal dunia setelah
pengangkatan Gajah Enggon sebagai patih tahun 1371. Menurut Pararaton, Tribhuwanotunggadewi
didharmakan dalam Candi Pantarapura yang terletak di desa Panggih.
Sedangkan suaminya, yaitu Kertawardhana Bhre Tumapel meninggal tahun 1386, dan
didharmakan di Candi Sarwa Jayapurwa, yang terletak di desa Japan.
Versi 2; Tribhuwana
Tunggadewi ( Kencono Wungu ) atau Tribhuwana Wijayatunggadewi (1328-1351)
Tribhuwana Wijayatunggadewi adalah penguasa ketiga Majapahit
yang memerintah tahun 1328-1351. Dari Prasasti Singasari (1351) dan piagam
Berumbung tahun 1351 diketahui gelar abhisekanya ialah Sri Tribhuwanotunggadewi
Maharajasa Jayawisnuwardhani. Nama asli Tribhuwana Wijayatunggadewi (
disingkat Tribhuwana) adalah Dyah Gitarja. Ia merupakan putri dari Raden
Wijaya dan Gayatri. Memiliki adik kandung bernama Dyah Wijat dan
kakak tiri bernama Jayanagara . Wafatnya Jayanegara menimbulkan
polemik yang cukup rumit karena beliau belum memiliki keturunan. Sesuai catatan
sejarah sejak kematian Jayanegara dibutuhkan waktu selama setahun untuk
menunjuk siapa yang berhak menjadi ratu Majapahit. Sesuai dengan aturan
silsilah kerajaan, yang berhak menggantikan Sri Jayanegara sebagai raja adalah
saudaranya, salah satu dari putri Sri Gitarja dan Dyah Wyat. Sebelum
pilihan dijatuhkan ke salah satunya, kekuasaan masih dipegang di tangan Ratu
Gayatri, istri mendiang Raden Wijaya (raja Majapahit pertama). Hal ini
karena adanya potensi konflik yang dianalisis oleh Gajah Mada apabila
penunjukan kekuasaan dilakukan secara tergesa-gesa. Analisis Gajah Mada berpusat
pada kenyataan bahwa pengganti Sri Jayanegara sebagai raja Majapahit adalah
seorang perempuan. Menilik pada sejarah, sebetulnya tidak menjadi masalah
seorang perempuan menjadi Raja. Bukti nyatanya adalah putri Shima yang
berhasil menegakkan kerajaan walaupun dia seorang perempuan. Walaupun
demikian, Gajah Mada tidak bisa penyamarataan kondisi antara putri
Shima dengan dua orang putri yang sama-sama berpotensi menggantikan Sri
Jayanegara sebagai ratu Majapahit. Lambang Majapahit Gajah Mada
berkesimpulan bahwa memang tidak masalah seorang perempuan menjadi raja asalkan
didampingi oleh figur yang kuat. Nah, figur kuat ini berasal dari laki-laki
yang nantinya mendampingi mereka sebagai suami.Keluarga kerajaan telah memilih
para ksatria sebagai pendamping kedua putri tersebut. Sri Gitarja dijodohkan
dengan Raden Cakradara. Sedangkan Dyah Wyat dijodohkan
dengan Raden Kudamerta. Keduanya adalah penguasa-penguasa wilayah
setingkat kabupaten yang menjadi bagian dari Majapahit. Bersamaan dengan
wafatnya raja Sri Jayanegara, kedua putri kerajaan tersebut juga
dinikahkan dengan pasangannya. Dan atas saran Gajah Mada akhirnya Ratu
Gayatri menunjuk kedua putrinya untuk memimpin Majapahit. Menurut Nagarakretagama
pupuh 49, Tribhuwana naik takhta atas perintah ibunya (Gayatri ) tahun
1329 menggantikan Jayanagara yang tidak punya keturunan tahun 1328 yaitu 1
tahun setelah meninggalnya prabu Jayanegara.
Nagarakretagama seolah memberitakan kalau takhta Jayanagara
diwarisi Gayatri, karena ibu tirinya itu adalah putri Kertanagara.
Mengingat Gayatri adalah putri bungsu, kemungkinan saat itu
istri-istri Raden Wijaya yang lain sudah meninggal semua. Karena
Gayatri telah menjadi pendeta, maka pemerintahannya pun diwakili oleh
Tribhuwanotunggadewi. Menurut Pararaton, Jayanagara merasa takut takhtanya
terancam, sehingga ia melarang kedua adiknya menikah. Pada masa
pemerintahan Jayanagara (1309-1328) Tribhuwana Tunggadewi diangkat
sebagai penguasa bawahan di Jiwana bergelar Bhre Kahuripan. Suami
Tribhuwana bernama Cakradhara yang bergelar Kertawardhana Bhre Tumapel. Pada Piagam
Trowulan Tahun 1358 dikatakan bahwa Kerthawardhana adalah keturunan Raja
Wisnuwardhana di Singhasari.Dari perkawinan itu lahir Dyah Hayam Wuruk dan Dyah
Nertaja. Hayam Wuruk kemudian diangkat sebagai Yuwaraja bergelar Bhre Kahuripan
atau Bhre Jiwana, sedangkan Dyah Nertaja sebagai Bhre Pajang. Celengan
Peninggalan Majapahit Masa Pemerintahan Tribhuwana Nama nama pejabat
pemerintahan Majapahit pada Jaman pemerintahan Raja Kertarajasa sesuai piagam
Brumbung tahun 1329. 1. Mahamentri Katrini · Rakyan Menteri Hino : Dyah
Anarjaya · Rakyan Menteri Halu : Dyah Mano · Rakyan Menteri Sirikan : Dyah
Lohak 2. Sang Panca Wilwatika · Rakyan Patih Majapahit : Pu Krewes · Rakyan
Demung : Pu Tanparowang · Rakyan Kanuruhan : Pu Blen · Rakyan Rangga : Pu Roda
· Rakyan Tumenggung : Pu Wayuh Pemerintahan Tribhuwana terkenal sebagai masa
perluasan wilayah Majapahit ke segala arah sebagai pelaksanaan Sumpah Palapa
dari Patih Gajah Mada. Tahun 1343 Majapahit mengalahkan raja Kerajaan Bedahulu
(Bali) Tahun 1347. Adityawarman yang masih keturunan Melayu dikirim untuk
menaklukkan sisa-sisa Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Malayu. Adityawarman kemudian
menjadi uparaja (raja bawahan) Majapahit di wilayah Sumatra. Perluasan
Majapahit dilanjutkan pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, di mana
wilayahnya hingga mencapai Lamuri di ujung barat sampai Wanin di ujung timur.
Pada masa awal pemerintahan Tribhuwana Wijayatunggadewi yang
menjadi patih amangkubumi adalah Arya Tadah. Pada tahun saka 1251
Arya Tadah sakit, dan merasa sudah tidak mampu lagi mengemban tugas
sebagai patih Amangku bumi. Arya Tadah kemudian mohon kepada
sang Ratu agar membebaskannya dari jabatannya tersebut, namun permintaan
tersebut masih ditolak karena belum menemukan orang yang tepat untuk
menggantikan kedudukan tersebut. Arya Tadah merasa bahwa orang yang
tepat untuk menggantikan kedudukannya sebagai patih Amangku Bumi adalah Gajah
Mada karena Jasa jasanya terhadap Prabu Jayanegara dan
penobatan Tribhuwana Wijayatunggadewi sebagai Ratu Majapahit. Arya
Tadah kemudian mendekati Gajah Mada untuk maksud tersebut namun
Gajah Mada masih enggan menerima tawaran tersebut. Setelah didesak terus
akhirnya Gajah Mada menerima tawaran tersebut sepulang dari menumpas
pemberontakan di Sadeng. Dari peristiwa tersebut dapat kita ketahui bagaimana
hati hatinya Gajah Mada mengambil sikap terhadap orang lain. Gajah
Mada tidak ingin mengambil kedudukan orang lain, namun mengharapkan
kerelaan dari orang yang menduduki jabatan tersebut karena dengan kerelaan
tersebut diharapkan kerjasama dirinya dengan pejabat yang lama yaitu Arya
Tadah akan berjalan dengan baik. Peristiwa penting pada masa
pemerintahan Tribhuwana Wijaya Tunggadewi · Pemberontakan Sadeng Pada
tahun 1331 terjadi pemberontakan di daerah Sadeng dan Keta. Gajah
Mada mempunyai cita cita untuk menundukkan Sadeng terlebih
dahulu sebelum menerima jabatan sebagai patih Amangku bumi. Mengenai Keta
dan Sadeng, diceritakan bahwa kedua wilayah bagian Majapahit tersebut berniat
memisahkan diri dari kerajaan Majapahit dan melakukan persiapan
serius. Diantaranya adalah melakukan perekrutan besar-besaran terhadap warga
sipil untuk dididik keprajuritan di tengah hutan Alas Larang. Tujuannya
adalah memperkuat angkatan perang kedua wilayah tersebut, yang pada akhirnya
akan dibenturkan terhadap kekuatan perang Majapahit. Pada saat itu, Majapahit
juga menjalin hubungan dengan kerajaan Swarnabhumi, di pulau Sumatra.
Kedatangan raja Swarnabhumi – Adityawarman - ke Majapahit digambarkan
menggunakan kapal perang berukuran besar yang belum ada tandingannya dari
kesatuan pasukan laut Majapahit. Adityawarman sendiri adalah saudara
sepupu mendiang prabu Sri Jayanegara, sekaligus sahabat yang cukup dekat
dengan Gajah Mada. Penggambaran besarnya ukuran kapal perang dari
Swarnabhumi agaknya dimaksudkan sebagai cikal bakal adopsi teknologi yang
menjadikan besarnya armada laut Majapahit kelak ketika kampanye penyatuan
nusantara dimulai. Dilihat dari kekuatan gelar pasukan, kekuatan Keta-Sadeng
bukanlah apa-apa dibanding dengan kekuatan pasukan Majapahit. Namun, dibalik
kekuatan fisik pasukan segelar sepapan yang belum sebanding dengan
pasukan Gajah Mada, Keta-Sadeng dilindungi oleh kesatria mumpuni
yang sakti mandraguna. Ksatria ini adalah mantan pelindung Raden Wijaya,
raja Majapahit yang pertama. Nama ksatria tersebut adalah Wirota Wiragati,
terkenal dengan kesaktiannya memiliki ajian sirep, ajian panglimunan, dan
kekuatan untuk mendatangkan kabut yang bisa menyulitkan daya penglihatan
pasukan mana pun. Tetapi alangkah kecewanya Gajah Mada bahwa
pengepungan Sadeng terjadi sebelum kedatangannya, Ra kembar mendahului
maksud Gajah Mada. Mengetahui hal tersebut para Menteri Araraman dan Gajah
Mada sangat marah. Gajah Mada kemudian mengirim 5 bengkel yang masing
masing terdiri dari 5 orang untuk menghajar Ra Kembar. Mereka kemudian
bertemu dengan Ra Kembar di hutan dan sedang duduk di sebuah dahan pohon yang
roboh, seperti naik kuda dan tangannya memegang cemeti. Peninggalan Majapahit
Para utusan kemudian menyampaikan kemarahan dari Gajah Mada dan bermaksud akan
menghajar Ra kembar. Mengetahui serangan tersebut Ra kembar mencemeti
dahi para utusan namun para utusan dapat menghindar dan melaporkan hal tersebut
kepada Gajah Mada. Gajah Mada sangat kecewa karena cita citanya untuk
menundukkan Sadeng tidak terlaksana karena telah didahului oleh Ra Kembar.
Menurut Pararaton terjadi persaingan antara Gajah Mada Gajah Mada dan
Ra Kembar dalam memperebutkan posisi panglima penumpasan Sadeng.
Maka, Tribhuwana pun berangkat sendiri sebagai panglima menyerang
Sadeng, didampingi sepupunya Adityawarman. Ra Kembar adalah
putra bungsu Raja Pemelekahan, ia adalah prajurit yang tangguh dan ahli
menunggang kuda serta menggunakan senjata cemeti.
Dalam karangannya De Sadeng oorlog en de myte van groot
Majapahit, Prof CC Berg menyamakan Sadeng tersebut dengan daerah Bali,
seandainyq di Bali terdapat daerah bernama Sadeng dan Keta maka penyamaan
tersebut akan mudah di pahami. Namun di daerah Bali tidak ada tempat yang
bernama Sadeng maupun Keta. Prof CC Berg beranggapan bahwa kata Sadeng adalah
kata wangsalan yang maksudnya Bali. Kata Sadeng berasal dari kata sedeng yang
artinya lain atau beda. Kata beda hampir sama dengan kata Bada yaitu suatu
kerajaan yang bernama Badahulu di daerah Bali. Sedangkan Keta dihubungkan
dengan Kuta yaitu suatu daerah yang terdapat di Pulau Bali bagian selatan.
Penyebutan dengan nama samaran yang demikian dimaksudkan untuk menyelubugi nama
kota yang sebenarnya dimana hal tersebut berkaitan dengan adanya persekutuan
Nusantara sejak jaman pemerintahan Prabu Kertanagara dari
Singhasari. Kemenangan atas keta dan Sadeng memberikan kesadaran
bahwa kekuatan Majapahit telah pulih kembali dan cita cita untuk mewujudkan
politik Nusantara harus kembali diwujudkan. Setelah pulang dari penumpasan
Sadeng, Gajah Mada kemudian diangkat menjadi Angabehi dan tidak beberapa lama
kemudian diangkat menjadi Patih Amangku bumi sedangkan Ra Kembar diangkat
menjadi Bengkel Araraman. · Sumpah PalapaPatih Gajah Mada
Peristiwa penting berikutnya dalam pemerintahan Tribhuwana
Tunggadewi adalah Sumpah Palapa yang diucapkan Gajah Mada saat dilantik sebagai
rakryan patih Majapahit tahun 1334.
Program politik Gajah Mada pada hakekatnya adalah kelanjutan
gagasan Nusantara pada jaman pemerintahan Prabu Kertanagara sehingga lebih
tepat disebut gagasan Nusantara II yaitu usaha untuk menyatukan kembali Negara
Negara diseberang lautan yang lepas kembali pada masa pemerintahan prabu
Kertarajasa dan Jayanagara ditambah dengan Negara Negara Nusantara lainnya.
Oleh karena luasnya program Nusantara II ini banyak para menteri yang tidak
bisa memahami bahkan malah mengejek, sehingga untuk mewujudkan gagasannya
tersebut maka perintang perintang tersebut harus disingkirkan terlebih dahulu.
Demikianlah akhirnya terjadi perubahan susunan menteri
secara besar besaran pada masa awal kepemimpinan patih Gajah Mada dalam
pemerintahan. Wilayah Kerajaan Majapahit sebelum tahun 1334 hanya
meliputi Jawa Timur dan Jawa Tengah. Dari Kitab Nagarakertagama diketahui
pelaksanaan program politik Nusantara dimulai dengan penyerangan terhadap Pulau
Bali, serangan tersebut terjadi pada tahun saka 1265 atau Tahun tahun 1343
Masehi. Wafatnya Tribhuwana Wijaya Tunggadewi Tribhuwana Wijayatunggadewi diperkirakan
turun takhta tahun 1351 (sesudah mengeluarkan Prasasti Singasari). Ia kemudian
kembali menjadi Bhre Kahuripan yang tergabung dalam Saptaprabhu,
yaitu semacam dewan pertimbangan agung yang beranggotakan keluarga raja. Adapun
yang menjadi raja Majapahit selanjutnya adalah putranya, yaitu Hayam Wuruk.
Tidak diketahui dengan pasti kapan tahun kematian Tribhuwana. Pararaton
hanya memberitakan Bhre Kahuripan tersebut meninggal dunia setelah
pengangkatan Gajah Enggon sebagai patih tahun 1371. Perhiasan
Emas Peninggalan Majapahit Menurut Pararaton, Tribhuwanotunggadewi didharmakan
dalam Candi Pantarapurayang terletak di desa Panggih dan
di candi Rimbi di sebelah barat daya Mojokerto, yang diwujudkan
sebagai Parwati sedangkan suaminya, yaitu Kertawardhana Bhre
Tumapel meninggal tahun 1386, dan didharmakan di Candi Sarwa
Jayapurwa, yang terletak di desa Japan. " Dari sekilas semua cerita
yang saya dapat dari berbagai nara sumber. Walaupun saya sendiri tidak tahu
persis bagaimana cerita sejarah tentang Kerajaan Majapahit yang sangat
Kontroversi. Intinya adalah kita sendiri juga mengambil hikmah apa yang beliau
lakukan pada masa jaya kepimpinannya di Majapahit.Dari jiwa kepimpinan ratu
kita patut pelajari.Sebagai contoh bagaimana kita mempunyai sikap kepimpinan
yang tegas, adil,melawan musuh.
Demikian sajian informasi singkat mengenai Ratu Kencana Wungu; Wanita Tangguh Zaman Majapahit yang dapat disajikan pada kesempatan ini.
Untuk mengetahui Para Pahlawan Wanita Indonesia lainnya silahkan KLIK pada tautan di bawah ini:
- Wanita Hebat Zaman Doeloe; Ratu Kencana Wungu - [klik di sini]
- Pahlawan Nasional Wanita; RA. Kartini - [klik di sini]
- Pahlawan Nasional Wanita; Cut Nyak Dhien - [klik di sini]
- Pahlawan Nasional Wanita; Cut Nyak Meutia - [klik di sini]
- Pahlawan Nasional Wanita; Raden Dewi Sartika - [klik di sini]
- Pahlawan Nasional Wanita; Martha Khristina Tiahahu - [klik di sini]
- Pahlawan Nasional Wanita; Maria Walanda Maramis - [klik di sini]
- Pahlawan Nasional Wanita; Hj. Siti Walidah Ahmad Dahlah - [klik di sini]
- Pahlawan Nasional Wanita; Nyi Ageng Serang - [klik di sini]
- Pahlawan Nasional Wanita; Hj. R. rasuna Said - [klik di sini]
- Pahlawan Nasional Wanita; Opu Daeng Risaju - [klik di sini]
- Pahlawan Nasional Wanita; Rohana Kudus - [klik di sini]
- "Pahlawan" Nasional Wanita; Raden Ayu Lasminingrat - [klik di sini]
Labels:
Sejarah
Thanks for reading Ratu Kencana Wungu; Wanita Tangguh Zaman Majapahit. Please share...!
0 Komentar untuk "Ratu Kencana Wungu; Wanita Tangguh Zaman Majapahit"
Your comment for me, please!